www.rekamfakta.id – Setiap tahun, dunia merayakan Hari Laut Sedunia pada tanggal 8 Juni. Bagi Indonesia, peringatan ini memiliki makna yang dalam, mengingat negeri ini merupakan negara kepulauan dengan ribuan pulau dan garis pantai yang luas. Keberadaan lautan bukan hanya sebagai sumber daya alam, tetapi juga sebagai bagian penting dari identitas dan budaya bangsa.
Dengan lebih dari 17 ribu pulau dan panjang garis pantai mencapai 108 ribu kilometer, Indonesia memiliki potensi kelautan yang sangat besar. Namun, seiring dengan itu, tantangan besar muncul akibat kebijakan pembangunan yang sering kali mengabaikan keberlanjutan ekosistem laut yang ada.
Potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan dapat mencapai USD 1,33 triliun setiap tahunnya. Di tahun 2022, Indonesia dikenal sebagai pusat segitiga terumbu karang dunia yang menyimpan kekayaan hayati laut yang luar biasa. Namun, dengan semua kekayaan ini, muncul pertanyaan: apakah kita sudah cukup berupaya melindungi semuanya?
Faktanya, kebijakan pemerintah yang dirancang untuk memajukan sektor kelautan seringkali membawa dampak negatif. Salah satu contoh yang mencolok adalah aktivitas eksplorasi tambang nikel oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, yang dikenal sebagai kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Meskipun pernah dihentikan, saat ini proyek tersebut kembali aktif setelah mendapatkan izin produksi pada tahun 2017.
Aktivitas tambang ini telah menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat lokal dan aktivis lingkungan. Mereka mengkhawatirkan pencemaran perairan serta kerusakan terumbu karang akibat tindakan yang tidak berkelanjutan. Dalam hal ini, penting untuk mempertimbangkan hak masyarakat adat yang tidak selalu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Dampak Kegiatan Eksplorasi Tambang di Wilayah Laut
Ternyata, dampak eksplorasi tambang tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitar. Beberapa laporan menyebutkan adanya peningkatan sedimentasi yang mengancam keberlangsungan ekosistem laut. Selain itu, masyarakat merasa proses perizinan sangat minim keterlibatannya, sehingga menimbulkan kecemasan tentang masa depan mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, kegiatan tambang ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kebijakan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Mengabaikan keberlanjutan ekosistem laut akan berakibat pada hilangnya potensi ekonomi jangka panjang yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Kebijakan yang seharusnya mendorong keberlanjutan justru nampak merugikan.
Pemerintah juga baru-baru ini membuka kembali ekspor pasir laut melalui PP yang baru ditetapkan. Padahal, dulunya larangan ini diterapkan karena sudah terbukti merusak habitat pesisir. Konsekuensinya, tindakan ini mempercepat proses abrasi yang mengancam kelangsungan biota laut, termasuk lamun dan mangrove. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia kehilangan sekitar 42% tutupan lamun.
Dengan keadaan yang semakin memprihatinkan, penting agar pemangku kebijakan memahami betapa berbahayanya konsekuensi dari kebijakan yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan. Dalam kajian mengenai keamanan maritim, para pakar menyatakan bahwa perlindungan ekosistem laut menjadi sangat urgent. Tindakan yang hanya berfokus pada pengawasan wilayah dan perairan tidaklah cukup.
Mengapa Keberlanjutan Harus Menjadi Prioritas Utama
Pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut harus menjadi perhatian utama pemerintah dan masyarakat. Di tengah tantangan yang dihadapi, kita harus berpikir jangka panjang untuk menjaga ekosistem laut yang tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga seimbang secara ekologis. Hal ini menjadi kunci bagi masa depan kelautan Indonesia.
Para ahli juga menekankan perlunya tata kelola yang adil dan efisien, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat lokal, dalam pengambilan keputusan. Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, akan ada sinergi yang kuat dalam mengupayakan kepentingan bersama. Bukan hanya sekadar ekonomi, tapi juga lingkungan dan sosial.
Dengan kompleksitas masalah yang ada, pendidikan dan kesadaran publik mengenai perlunya menjaga kelestarian laut juga sangat penting. Lini depan pertahanan terhadap kerusakan ekosistem laut adalah masyarakat yang terdidik dan sadar akan tanggung jawab mereka. Ini adalah langkah awal yang penting untuk perubahan yang lebih besar.
Keberlanjutan dalam pengelolaan laut tidak bisa dianggap sebagai teknologi atau tindakan yang mudah. Itu adalah proses yang memerlukan waktu, pengalaman, dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Dalam konteks ini, Hari Laut Sedunia seharusnya menjadi momen refleksi untuk berkomitmen pada tindakan yang lebih baik.
Langkah Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan
Dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya laut, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang ada. Proyek-proyek ekstraktif yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi jangka pendek harus dievaluasi kembali. Keputusan-keputusan yang diambil hari ini akan memengaruhi generasi mendatang.
Pemerintah harus mulai mempertimbangkan kebijakan yang lebih berorientasi pada keberlanjutan, bukan hanya keuntungan finansial. Keberlanjutan harus menjadi panduan dalam setiap langkah yang diambil. Ini bukan hanya tentang memanfaatkan sumber daya, tetapi juga menjaga warisan untuk anak cucu kita.
Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya kelautan sebagai ruang hidup, ruang budaya, dan ruang masa depan harus ditanamkan di kalangan masyarakat. Kita tak bisa lagi menganggap laut sebagai sekadar sumber daya yang bisa dieksploitasi. Kesadaran ini menjadi fondasi bagi bangsa maritim yang maju dan berkelanjutan.
Indonesia harus bertekad untuk menjadikan laut sebagai sumber yang memberdayakan, bukan menghancurkan. Membangun ekosistem yang sehat dan berkelanjutan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tantangan bagi seluruh masyarakat. Mari kita wujudkan perubahan menuju masa depan yang lebih baik sebelum semuanya terlambat.