www.rekamfakta.id – Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi memiliki komitmen yang kuat sebagai pemimpin dalam inovasi penanganan kanker di Indonesia. Hal ini semakin diperkuat dengan penyelenggaraan Siloam Oncology Summit (SOS) 2025 yang dijadwalkan berlangsung pada 16-18 Mei 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Dengan tema “United by Unique,” acara ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan di antara para ahli onkologi dari seluruh dunia. Berpartisipasi dalam acara ini adalah 89 pembicara nasional dan 11 pembicara internasional, yang mencakup pakar dari institusi terkemuka seperti MD Anderson Cancer Center di Amerika Serikat dan National Cancer Center Singapore.
CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS., menegaskan bahwa SOS 2025 diharapkan menjadi titik temu kolaboratif untuk membahas tantangan dalam penanganan kanker. Dia percaya bahwa kolaborasi merupakan kunci dalam meningkatkan efektivitas perawatan kanker.
Fokus pada Kolaborasi dalam Penanganan Kanker di Indonesia
Dalam dunia kesehatan, kolaborasi adalah komponen penting bagi kemajuan setiap usaha pengobatan. Setiap profesional dalam ekosistem kesehatan membawa keahlian yang berbeda, dan melalui SOS 2025, diharapkan keahlian tersebut dapat terintegrasi dengan baik.
“Kami berharap dapat mengumpulkan berbagai keahlian yang bisa saling melengkapi, sehingga dapat menciptakan inovasi yang berdampak besar bagi pasien,” ungkap dr. Edy. Pendekatan ini tidak hanya akan menghasilkan penanganan yang lebih baik, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.
Sebagai informasi, berbagai institusi kesehatan yang ikut berpartisipasi dalam SOS 2025 telah lama diakui sebagai pelopor dalam penelitian kanker dan pengembangan terapi baru. Pengetahuan dari para ahli global ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi praktik klinis di Indonesia.
Pentingnya Pendekatan Individual dalam Perawatan Kanker
Di dalam perawatan kanker, setiap pasien memiliki kebutuhan yang unik berdasarkan riwayat kesehatan dan kondisi biologis mereka. CEO Siloam Hospital Group, Caroline Riady, menekankan pentingnya penanganan yang disesuaikan untuk setiap individu.
“Setiap pasien adalah individu dengan harapan dan kondisi yang berbeda-beda,” jelas Caroline. Dia menegaskan bahwa para profesional kesehatan yang terlibat dalam penanganan kanker harus memahami keunikan masing-masing pasien untuk memberikan perawatan yang paling efektif.
Dengan sistem kolaboratif yang dibangun di SOS 2025, setiap profesional dari berbagai disiplin ilmu, seperti onkologi, radiologi, dan manajemen, dapat berkontribusi untuk menciptakan rencana perawatan yang optimal. Ini diharapkan dapat menjadikan proses pengobatan lebih komprehensif dan berbasis pada kebutuhan pasien.
Harapan Baru dari Transplantasi Sel Punca dalam Penanganan Kanker Darah
Salah satu yang menjadi fokus utama dalam simposium adalah sesi tentang hematologi maligna, khususnya mengenai transplantasi sel punca hematopoietik. Dr. Nadia Ayu Mulansari, SpPD-KHOM, menjelaskan bahwa prosedur ini menjadi harapan baru bagi pasien kanker darah, termasuk mereka yang menderita leukemia dan limfoma.
Transplantasi sel punca hematopoietik merupakan prosedur yang bertujuan untuk menggantikan sumsum tulang yang rusak dengan sel punca yang sehat. “Ini adalah langkah penting yang bisa membantu pasien untuk mendapatkan pemulihan yang lebih baik,” ungkap dr. Nadia.
Ada dua jenis transplantasi yang umum dilakukan, yakni transplantasi autologus dan alogenik. Setiap metode memiliki kelebihan dan tantangan masing-masing, dan pilihan terapi harus disesuaikan berdasarkan kondisi pasien.
Memahami Tantangan dalam Proses Transplantasi Sel Punca
Meskipun transplantasi sel punca menawarkan harapan, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam proses ini. Salah satu tantangan terbesar adalah mencari donor yang cocok, karena hanya sekitar 25-30% pasien yang dapat menemukan donor di dalam keluarga.
Dr. Nadia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat tentang donor sel punca. Ketersediaan donor bisa menjadi faktor penentu dalam kehidupan pasien yang membutuhkan terapi ini. “Edukasi masyarakat sangat krusial untuk memberikan harapan baru bagi pasien,” ujarnya.
Selain pihak donor, ada juga tantangan terkait efek samping yang mungkin dialami pasien setelah transplantasi. Efek samping ini dapat mencakup infeksi, penolakan transplantasi, dan komplikasi jangka panjang. Oleh sebab itu, pemantauan yang seksama pasca-prosedur sangat diperlukan.