www.rekamfakta.id – Warga Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, menghadapi situasi yang memprihatinkan terkait rencana pembongkaran sejumlah bangunan yang mereka huni. Penolakan tegas terhadap kebijakan ini semakin menguat setelah pemerintah setempat mengklaim adanya persetujuan dari masyarakat, yang ternyata dibantah keras oleh warga setempat.
Masyarakat lokal merasa tidak terlibat dalam keputusan besar yang akan memengaruhi kehidupan mereka. Ketidakpuasan ini menimbulkan gelombang protes yang mencerminkan kegundahan dan ketidakadilan yang mereka rasakan dalam proses pengambilan keputusan.
Ussyana Dethan, kuasa hukum yang mewakili warga, bersama rekannya, Alexius Barung, SH, menegaskan bahwa klaim pemerintah tidak berdasar. Mereka mengungkapkan ketidakpuasan masyarakat yang merasa diabaikan dan terintimidasi dalam menyatakan pendapatnya.
“Kenyataannya, banyak warga yang tidak berani bicara,” jelas Ussyana Dethan, sambil menunjukkan bahwa ketidakaktifan warga bisa disalahartikan sebagai persetujuan. Menurutnya, hal ini menunjukkan kurangnya perwakilan yang efektif bagi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Bukan hanya masalah hukum yang menjadi perhatian, tetapi juga etika pemerintah dalam berinteraksi dengan warganya. Ussyana berharap sikap pemimpin daerah berubah agar lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak warga, Dethan menyiratkan perlunya proses dialog yang lebih terbuka antara masyarakat dan pemerintah. Ia pun menegaskan niatnya untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, tetapi tidak mengesampingkan kepentingan masyarakat.
Sikap Warga dan Tanggapan Terhadap Rencana Pembongkaran
Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan bahwa suara masyarakat adat tidak didengar. Mereka merasa ditinggalkan dalam proses yang sangat krusial ini, bahkan tidak pernah diundang untuk memberi masukan atau pendapat terkait pembongkaran itu.
“Ini sangat tidak adil. Pembongkaran yang direncanakan terasa terburu-buru dan tidak mempertimbangkan suara kami,” ungkapnya dengan penuh kekecewaan. Ada perasaan bahwa semua keputusan sudah diambil di atas kepala mereka tanpa adanya diskusi yang memadai.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana keputusan semacam ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga. Mereka tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga merasa kehilangan identitas dan rasa memiliki terhadap komunitas mereka.
Warga juga menyayangkanin terjadi pembiaran terhadap aspirasi yang telah disampaikan kepada DPRD. Keberadaan mereka seolah diabaikan, dan pernyataan para pejabat di media sering kali dianggap memojokkan dan memberikan stigma negatif.
Bupati Adi Arnawa pun mengeluarkan Surat Perintah Pembongkaran yang menjadi titik awal masalah ini. Rencana pembongkaran tersebut dijadwalkan berlangsung pada tanggal 21 Juli 2025, yang membuat warga semakin gelisah dan khawatir akan masa depan mereka.
Dukungan dan Respons dari Pihak Lain dalam Masalah Ini
Pentingnya dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga non-pemerintah dan organisasi kemasyarakatan, diharapkan dapat memberi suara bagi masyarakat Bingin. Pihak-pihak ini bisa membantu dalam advokasi dan memperkuat posisi warga dalam proses hukum.
Aktivis sosial dan pegiat lingkungan pun mulai menyuarakan keprihatinan mereka. Mereka mengisyaratkan bahwa ada nilai luhur yang terkandung dalam keberadaan bangunan-bangunan tersebut, yang mewakili sejarah dan budaya lokal.
Dengan adanya tekanan sosial dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Dialog yang konstruktif adalah jalan terbaik untuk menciptakan kesepahaman antara semua pihak terkait.
Penting juga untuk mengedukasi masyarakat tentang hak-hak hukum mereka agar mereka tidak merasa terintimidasi. Edukasi ini bertujuan untuk memberdayakan warga dalam menyuarakan pendapat mereka di forum publik.
Masyarakat perlu tahu bahwa mereka memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi tempat tinggal dan kehidupan mereka. Keberanian untuk berbicara harus didorong dan didukung oleh semua elemen masyarakat.
Memperkuat Identitas dan Komunitas dalam Proses Ini
Identitas komunitas adalah aspek penting yang harus diperhatikan dalam kebijakan publik. Ketika bangunan mereka akan dibongkar, bukan hanya fisiknya saja yang hilang, tetapi juga rasa kekeluargaan dan identitas yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Banyak warga mengaitkan pembongkaran ini sebagai langkah untuk menghapus jejak keberadaan mereka di tanah tersebut. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga keberlanjutan hubungan antar warga dalam menghadapi tantangan ini.
Ada harapan bahwa pemerintah dapat melihat persoalan ini dari sudut pandang kemanusiaan, bukan sekadar aspek hukum dan administratif. Pendekatan yang lebih humanis diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang tidak merugikan warga.
Warga Pantai Bingin bertekad untuk bersatu dalam menghadapi ancaman ini. Bersama-sama, mereka berusaha untuk menggali berbagai opsi yang tersedia, termasuk kemungkinan negosiasi dan mediasi dengan pemerintah untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan.
Kerjasama antara warga dan berbagai organisasi sipil diharapkan dapat memperkuat suara mereka. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam menciptakan kesadaran akan pentingnya menanggapi isu-isu ini secara bersama-sama.