www.rekamfakta.id – Denpasar – Peristiwa intimidasi yang menimpa wartawan saat meliput demonstrasi di Polda Bali dan DPRD Bali pada 30 Agustus 2025 telah memicu reaksi keras dari berbagai organisasi pers. Insiden tersebut bukan hanya menjadi sorotan, tetapi juga menegaskan pentingnya perlindungan bagi jurnalis yang bertugas di lapangan.
Tanpa adanya tindakan tegas, keselamatan jurnalis dapat terancam. Situasi ini melengkapi panorama tantangan yang dihadapi oleh para jurnalis dalam menjalankan profesinya.
Melalui Forum Konsolidasi Jurnalis Lintas Organisasi, yang diprakarsai oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) Bali, diusulkan pembentukan Hotline Pengaduan Jurnalis. Inisiatif ini dimaksudkan sebagai langkah kolektif untuk melindungi jurnalis dari kekerasan dan intimidasi.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai organisasi pers, termasuk AJI, PWI, dan Pena NTT, yang bertujuan untuk menyikapi insiden yang dialami oleh sejumlah jurnalis, di antaranya Rovinus Bou dan Nia. Mereka menyadari perlunya tindakan lebih lanjut untuk memastikan keselamatan jurnalis.
Ketua AJI Denpasar, Ayu Sulistyowati, menyatakan pentingnya hotline ini. Ia menegaskan bahwa keberadaan platform tersebut dapat mempercepat penanganan kasus di lapangan.
“Kami berharap jurnalis tidak hanya dilengkapi dengan ID, tetapi juga dapat beradab dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya. Apa yang disarankannya mencakup pengamatan situasi yang lebih baik untuk meminimalkan risiko kekerasan.
Dari sisi PWI Bali, perwakilan Arief Wibisono juga menambahkan pandangannya. Ia menekankan bahwa di tengah demonstrasi, jurnalis memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang faktual.
“Kita harus menjadi interpreter terhadap informasi agar tidak memicu gesekan di masyarakat,” katanya. Arief percaya bahwa sambil mendorong kebebasan pers, perlindungan terhadap jurnalis harus menjadi prioritas utama.
Dalam pernyataannya, Arief turut menyetujui perlunya hotline. Dia menekankan bahwa perhatian terhadap kasus Om Rovin menjadi panggilan bagi semua pihak untuk bersinergi, bukan hanya AJI, tetapi juga organisasi lain seperti PWI.
Marsellinus Pampur, Wakil Ketua Pena NTT, juga menyatakan dukungan. Menurutnya, pertemuan dengan Polda Bali perlu dilakukan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.
“Kami sepakat dengan AJI dan IWO untuk memberikan catatan penting kepada Polda,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan kesadaran bersama akan pentingnya dialog antara jurnalis dan pihak kepolisian.
Tri Widiyanti, Ketua IWO Bali, juga mengapresiasi gagasan pembentukan hotline. Dia menilai ini sebagai langkah nyata untuk memperkuat solidaritas di kalangan jurnalis.
Pentingnya Perlindungan Jurnalis dalam Situasi Sulit
Dalam diskusi tersebut, forum sepakat bahwa perlindungan bagi jurnalis tidak hanya bisa bergantung pada ketentuan hukum yang ada. Akibat situasi yang kian kompleks, kolaborasi lintas organisasi menjadi sangat krusial.
“Kita akan mengumpulkan semua ketua organisasi di Bali untuk memperkuat posisi jurnalis saat berhadapan dengan pihak berwajib,” tegas Tri. Hal ini menunjukkan semangat kolektif untuk melindungi hak-hak jurnalis.
Pentingnya kesadaran akan peran pers sebagai mitra publik juga menjadi sorotan. Aparat harus memahami bahwa jurnalis berfungsi untuk kepentingan masyarakat, bukan sebagai lawan.
Ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menciptakan suasana yang aman bagi jurnalis. Kesadaran itu perlu ditumbuhkan tidak hanya di kalangan jurnalis, tetapi juga di dalam institusi penegak hukum.
Setiap pihak perlu mengambil langkah untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan keselamatan jurnalis. Sebab, dalam menjalankan tugasnya, jurnalis sering kali berada di garis depan dalam menghadapi berbagai tantangan.
Solidaritas Lintas Organisasi dalam Menghadapi Ancaman
Kesatuan sikap dalam forum konsolidasi tersebut diharapkan dapat membangun solidaritas yang lebih kuat di kalangan jurnalis. Beberapa insiden intimidasi yang terjadi sebelumnya menunjukkan betapa rentannya mereka di lapangan.
Sebelum adanya inisiatif ini, perlindungan yang efektif bagi jurnalis sering kali terabaikan. Forum ini kembali menegaskan bahwa lima elemen perlindungan harus menjadi fokus perhatian setiap organisasi media.
Jurnalis harus dipastikan bahwa mereka dilindungi oleh lembaga, baik secara moral maupun hukum. Diperlukan dukungan dari seluruh pihak untuk memperkuat sistem perlindungan jurnalis.
Kesadaran ini harus ditanamkan sejak awal, agar setiap jurnalis memahami hak dan tanggung jawabnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja secara lebih efektif dan aman di lapangan.
Keberadaan hotline diharapkan mampu menjadi jembatan antara jurnalis dan pihak terkait. Melalui komunikasi yang terjalin, tindakan pencegahan terhadap intimidasi diharapkan dapat lebih efektif.
Menuju Masa Depan yang Lebih Aman bagi Jurnalis
Melalui diskusi dan konsolidasi, semua pihak sepakat untuk berkomitmen terhadap perlindungan jurnalis. Ada harapan bahwa dengan adanya langkah-langkah ini, jurnalis dapat menjalankan tugasnya dengan lebih percaya diri.
Konsolidasi lintas organisasi memberikan peluang untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi model bagi organisasi jurnalis di wilayah lain.
Ke depan, setiap organisasi pers sudah seharusnya mengagendakan isu penguatan perlindungan jurnalis. Permintaan ini menjadi sangat penting mengingat risiko yang semakin meningkat dalam menjalankan profesi.
Atmosfer kerja yang lebih positif dan membangun solidaritas antara jurnalis akan menciptakan dampak lebih besar bagi masyarakat. Dalam hal ini, jurnalis berperan sebagai penghubung informasi yang akurat dan terpercaya.
Melalui kerja sama, semua organisasi pers dapat bersama-sama mengatasi tantangan yang ada. Upaya perlindungan yang terintegrasi akan membantu menciptakan iklim yang aman bagi jurnalis di seluruh Indonesia.
