www.rekamfakta.id – Pemutaran perdana film dokumenter “Jagad’e Raminten” di Auditorium LIP Yogyakarta pada 22 Juni 2025 menjadi lebih dari sekadar acara. Ini adalah perayaan yang menghormati kehidupan Hamzah Sulaiman, sosok sentral di balik House of Raminten yang penuh makna dan warisan budaya yang berharga.
Film berdurasi 95 menit ini diproduksi oleh Kalyana Shira Foundation dan menghadirkan banyak elemen penting yang dikemas dengan penuh kasih dan perhatian. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 250 tamu, termasuk keluarga Raminten, seniman, dan aktivis budaya.
Keberagaman yang diusung oleh film ini mencerminkan esensi kehidupan Kanjeng Mas Tumenggung Tanoyo Hamijinindyo. Penonton diajak menyelami perjalanan sejarah yang menakjubkan dari seorang tokoh yang menciptakan ruang aman bagi orang-orang dari berbagai latar belakang.
Menggali Kehidupan dan Warisan Almarhum yang Berharga
“Jagad’e Raminten” disutradarai oleh Nia Dinata yang dikenal luas akan karya-karyanya yang mendalam. Dalam film ini, ia menunjukkan betapa pentingnya warisan yang ditinggalkan oleh Hamzah Sulaiman bagi masyarakat.
Film ini bukan sekadar biografi, melainkan menjadi tribute yang merayakan semangat inklusivitas yang diterapkan oleh KMT Tanoyo Hamijinindyo. Dengan dorongannya, banyak orang menemukan jati diri mereka di tempat yang aman dan diterima.
Salah satu magnet di Raminten adalah area yang dilengkapi dengan restoran, toko oleh-oleh, dan pertunjukan kabaret. Hamzah Sulaiman telah menciptakan atmosfer yang memfasilitasi kreativitas dan memberikan kemudahan bagi komunitas lokal untuk berkembang.
Harapan untuk Masa Depan Melalui Karya Seni Ini
Nia Dinata, berbicara setelah pemutaran film, mengungkapkan harapan agar karya ini dapat memotivasi generasi muda. Bukan sekadar untuk hiburan, tetapi sebuah pengingat akan pentingnya menjaga keragaman dan memperjuangkan ruang-ruang aman dalam seni.
Ia juga menyebut bahwa Raminten bukan hanya tentang komunitas tertentu, melainkan ruang untuk semua orang. Pesan ini menggambarkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Film ini adalah medium untuk merayakan keberagaman yang sering kali terpinggirkan. Nia menggambarkan keindahan dari pertemuan berbagai latar belakang dalam lingkungan yang sepenuh hati menerima mereka.
Pentingnya Pengarsipan Budaya yang Terabaikan
Dena Rachman, sebagai produser dan penulis, merasa bahwa film ini memberikan perspektif yang belum pernah muncul sebelumnya. Ia mengungkapkan betapa krusialnya untuk merekam budaya minoritas yang sering kali dinyatakan tidak relevan.
Melalui film ini, Dena berharap untuk mentransformasikan pemahaman tentang warisan yang sering kali luput dari perhatian. Hal ini sekaligus menjadi bagian dari perjuangannya dalam penelitian budaya yang lebih mendalam di masa depan.
Dia juga menggarisbawahi fakta bahwa kebaikan yang ditunjukkan oleh Hamzah Sulaiman berpengaruh luas. Banyak orang, dari semua lapisan, merasa kehilangan Raminten, menunjukkan betapa besar dampak yang telah ditinggalkan almarhum.
Mewujudkan Cita-cita Perayaan yang Berkelanjutan
Film menjadi media untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan dari orang-orang terdekat Hamzah Sulaiman. Ratri, yang menjabat sebagai Director of House of Raminten, berbicara dengan penuh emosi saat menyebutkan film ini sebagai warisan terakhir bagi masyarakat.
“Jagad’e Raminten” bukan hanya sekadar film, tapi juga ungkapan cinta dan rasa terima kasih atas perjalanan hidup almarhum. Ratri berharap kisah ini dapat menginspirasi banyak orang, sekaligus membawa pesan moral yang dalam.
Ke depannya, film ini dijadwalkan akan ditayangkan kembali di berbagai acara film bergengsi, termasuk ARTJOG 2025. Tim produksi tidak hanya menyasar pasar lokal, tetapi berencana memperluas jangkauan ke festival internasional di berbagai negara.