www.rekamfakta.id – Pemberitaan mengenai isu HIV/AIDS merupakan tantangan yang kompleks, terutama dalam upaya menghapus stigma dan meningkatkan kesadaran di masyarakat. Diskusi tentang kesehatan ini seharusnya tidak hanya berfokus pada statistik, tetapi juga pada kisah-kisah manusia di balik angka tersebut, untuk menciptakan pendekatan yang lebih empatik.
Wartawan senior dan Humas Forum Peduli AIDS, Rofiqi Hasan, menekankan bahwa jurnalis harus mampu menggali dan menyampaikan narasi personal yang menggugah, alih-alih hanya menyajikan data yang kadang bisa menakut-nakuti masyarakat. Hal ini perlu dilakukan untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang HIV/AIDS dan dampaknya terhadap kehidupan individu.
Rofiqi juga menyoroti pentingnya pendidikan yang tepat tentang HIV. Ketidakpahaman masyarakat dapat memperparah stigma dan diskriminasi yang dialami oleh penderita, sehingga menjadi tantangan yang lebih besar dalam penanganan kasus HIV/AIDS.
Menjaga Perspektif Positif Terhadap Penyakit HIV/AIDS
Dalam upaya memerangi stigma, perspektif positif terhadap HIV/AIDS sangatlah penting. Rofiqi menegaskan bahwa angka kasus di media bukanlah satu-satunya fokus yang harus diperhatikan. Jurnalisme empati yang menggali kehidupan sehari-hari orang yang hidup dengan HIV dapat membantu mengubah cara pandang masyarakat.
Proses pemulihan individu dengan HIV sangat bergantung pada dukungan dari masyarakat dan sistem kesehatan yang ada. Dengan berbagi pengalaman dan cerita yang inspiratif, maka individu dengan HIV mampu menunjukkan bahwa mereka tetap bisa menjalani hidup yang produktif dan bermakna.
Pendidikan publik tentang cara penularan dan pengobatan HIV juga krusial dalam membangun kepercayaan di kalangan masyarakat. Ketika masyarakat memahami bahwa HIV dapat dikelola dengan pengobatan yang tepat, mereka akan lebih terbuka untuk melakukan tes dan menjalani pengobatan.
Menghadapi Kendala dalam Penanggulangan HIV/AIDS
Kendala yang dihadapi dalam penanganan HIV/AIDS sangat beragam, termasuk stigma sosial yang masih kuat. Banyak orang dengan HIV/AIDS merasa tertekan untuk menyimpan status mereka rahasia, yang menghambat mereka dalam mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Patria, Kepala Sekretariat KPA Provinsi Bali, mengungkapkan bahwa rasa malu masih menjadi faktor utama dalam penanganan kasus di masyarakat.
Penggunaan tempat yang jauh dari lokasi mereka untuk memeriksakan diri menunjukkan betapa mendalamnya dampak stigma. Pengetahuan yang keliru tentang cara penularan HIV menjadi salah satu penyebab yang membuat banyak orang enggan untuk menguji status kesehatan mereka.
Pentingnya edukasi yang konsisten menjadi sorotan utama, agar masyarakat tidak lagi memiliki pandangan keliru tentang penularan HIV. Hal ini termasuk menjelaskan bahwa penularan HIV tidak terjadi melalui kontak sosial yang biasa, seperti bersalaman atau berpelukan.
Peran Media Sosial dalam Meningkatkan Kesadaran Kesehatan
Media sosial telah menjadi alat yang kuat dalam meningkatkan kesadaran kesehatan. KPA Bali berharap masyarakat memanfaatkan platform digital untuk mencari informasi yang akurat seputar HIV/AIDS. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, penyebaran informasi yang benar dapat membantu mengurangi stigma yang masih ada.
Konten edukatif yang disebarkan melalui media sosial dapat menjangkau lebih banyak orang dengan cepat. Ini menjadi sarana efektif untuk mengatasi kesalahpahaman tentang HIV dan bagaimana seharusnya masyarakat berperilaku terhadap penderita dan untuk diri mereka sendiri.
Tujuan akhir dari semua ini adalah menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi mereka yang hidup dengan HIV, sehingga mereka merasa nyaman untuk mencari pengobatan dan melakukan tes. Dengan meningkatnya pengetahuan, diharapkan masyarakat akan lebih toleran dan memberikan dukungan kepada penderita HIV/AIDS.
Data dan Pencapaian Penanggulangan HIV/AIDS di Bali
Data dari KPA Provinsi Bali menunjukkan bahwa terdapat 32.733 kasus HIV sejak 1987 hingga Mei 2025, dengan sebagian besar kasus terjadi di kalangan usia produktif. Ini merupakan indikator penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif.
Kenaikan jumlah kasus bukan hanya mencerminkan penyebaran penyakit, namun juga menunjukkan keberhasilan sistem kesehatan dalam menemukan dan mencatat kasus. Puskesmas di Bali yang kini telah mencapai 120 unit, memberikan akses lebih baik bagi masyarakat untuk melakukan tes dan mendapat pelayanan kesehatan yang diperlukan.
Namun, peningkatan jumlah kasus yang signifikan juga mengindikasikan bahwa masih ada banyak kerja yang harus dilakukan. Diskriminasi dan stigma masih menjadi penghalang bagi banyak orang untuk mengakses layanan kesehatan, sehingga penting bagi kita semua untuk terus memperjuangkan kesadaran akan HIV/AIDS.