www.rekamfakta.id – Yogyakarta – Sejumlah warga Tegal Lempuyangan mendatangi kantor Daop 6 Yogyakarta pada Selasa, 17 Juni 2025, untuk meminta kejelasan mengenai Surat Peringatan (SP) 3 terkait batas waktu pengosongan lahan.
Dalam surat tersebut, KAI menetapkan batas waktu pengosongan hingga Kamis, 19 Juni 2025. Jika pada tanggal tersebut warga belum mengosongkan lahan secara sukarela, KAI berencana melakukan penertiban sesuai dengan aturan yang berlaku.
Protes dan Permintaan Warga Tegal Lempuyangan
Warga yang datang ke kantor Daop 6 tersebut berharap mendapatkan kepastian tentang situasi yang mereka hadapi. Pertemuan yang berlangsung hingga dua jam itu bersifat tertutup, namun cukup banyak informasi yang keluar setelahnya. Juru Bicara Warga, Fokki Ardiyanto, menyatakan bahwa warga bukan menolak penertiban, melainkan berharap diberikan waktu tambahan sampai perayaan HUT RI tahun 2025.
Warga merasa penting untuk merayakan momen tersebut di tempat kelahiran mereka. Fokki menekankan bahwa mereka hanya meminta kesempatan untuk melakukan peringatan Agustusan untuk terakhir kalinya sebelum penertiban dilakukan. “Setelah itu, silakan KAI melakukan penertiban,” ujarnya. Permohonan ini menyoroti aspek emosional dan pentingnya tradisi bagi masyarakat setempat.
Kompensasi dan Hak Warga dalam Proses Relokasi
Fokki juga menyinggung soal kompensasi yang dianggap belum memadai, menuntut pengukuran kembali nilai lahan serta tingkat kebutuhan dasar untuk pemukiman. Ia beralasan bahwa setiap warga memiliki hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Oleh karena itu, Fokki berharap KAI dan pihak terkait mempertimbangkan ulang tawaran kompensasi yang ditawarkan, yang hanya berkisar Rp 53 juta per rumah.
Dalam pandangannya, idealnya warga mendapatkan kompensasi setara dengan harga rumah Kredit Perumahan Rakyat (KPR), yaitu sekitar Rp 250 juta. Masyarakat merasa bahwa permintaan ini bukanlah hal yang berlebihan, mengingat nilai harta dan investasi emosional yang mereka miliki di tempat tersebut.
Keterlibatan Keraton Yogyakarta sebagai pengambil keputusan diharapkan dapat mempercepat penyelesaian permasalahan ini. Warga menganggap Keraton sebagai penengah yang bisa membawa suara mereka ke pihak-pihak yang lebih tinggi. Fokki bahkan meminta agar Keraton dapat memberikan insentif atau kompensasi yang lebih adil. “Ini bukan permintaan yang berlebihan. Kami hanya ingin waktu tambahan, satu bulan saja,” ujarnya.
Menanggapi tuntutan ini, Manajer Humas Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, menegaskan bahwa seluruh proses yang dilakukan telah sesuai prosedur. Ia juga menyampaikan bahwa mereka akan menyampaikan aspirasi warga kepada pimpinan terkait dengan permintaan perpanjangan waktu. “Kami akan melihat apa yang bisa kami lakukan,” kata Feni.
Feni menambahkan bahwa beberapa warga telah sepakat mengenai biaya pembongkaran rumah mereka, namun situasi ini masih dinamis dan belum bisa dipastikan. “Kami akan tunggu hasil musyawarah warga nantinya,” lanjutnya. Ia juga menegaskan bahwa semua langkah yang diambil telah dikoordinasikan dengan pihak Keraton, memastikan bahwa tidak ada keputusan sepihak yang diambil tanpa persetujuan mereka.
Terkait dengan isu positif yang ingin disampaikan, Feni menekankan bahwa tujuan penertiban ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan keselamatan layanan di Stasiun Lempuyangan. Dengan hampir 15.000 penumpang yang dilayani setiap harinya, proses penertiban diharapkan akan meningkatkan layanan dan kenyamanan bagi semua pengguna jasa.
Kesepakatan dan komunikasi antara semua pihak akan menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik ini. Dengan adanya keterbukaan serta dialog yang baik, diharapkan semua pihak dapat menemukan solusi yang menguntungkan dan saling menghargai. Akhirnya, permasalahan ini bukan hanya sekadar soal penertiban, tetapi juga menyangkut hak dan kebutuhan dasar masyarakat dalam memiliki tempat tinggal yang layak dan nyaman.