www.rekamfakta.id – Dalam era digital yang terus berkembang, tantangan terhadap industri penyiaran semakin kompleks. Hal ini memaksa lembaga pengawas seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih responsif dalam menghadapi berbagai isu yang muncul di masyarakat akibat tayangan yang tidak bertanggung jawab.
Seperti yang diungkapkan Darmawan, Koordinator Nasional Kawan Indonesia, KPI dinilai telah menunjukkan kinerja yang lemah dalam mengatur dan mengawasi isi siaran. Ia menegaskan bahwa tayangan yang mengandung unsur negatif seperti kekerasan dan pornografi masih marak, menciptakan dampak buruk bagi perkembangan anak-anak.
Data dari KPID Jawa Tengah menunjukkan betapa seriusnya masalah ini, dengan temuan pelanggaran yang tinggi terkait kekerasan. Menurut Darmawan, sikap reaktif KPI dalam menangani pelanggaran sangat mengkhawatirkan karena sanksi yang dijatuhkan sering kali tidak konsisten.
Dalam konteks ini, penting untuk mengevaluasi pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang ramai diperbincangkan. Beberapa elemen dalam RUU tersebut dianggap dapat mengurangi kebebasan pers serta bahkan mengancam jurnalisme investigasi.
Secara keseluruhan, Darmawan menegaskan bahwa KPI perlu mengambil peran yang lebih proaktif dalam mendorong revisi perundang-undangan. Menurutnya, fokus utama seharusnya adalah melindungi anak-anak dari konten berbahaya tanpa mengabaikan kebebasan media.
Peranan Komisi Penyiaran Indonesia dalam Mengawasi Tayangan
Pentingnya peran KPI sebagai pengawas penyiaran tidak dapat dipandang sepele. Dengan adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2002, KPI memiliki mandat yang jelas untuk mengatur dan mengawasi semua bentuk media penyiaran di Indonesia.
Namun, harapan masyarakat untuk melihat adanya perubahan nyata sering kali berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Tayangan-tayangan yang justru merugikan anak-anak masih sering muncul, menunjukkan adanya celah dalam pengawasan yang dilakukan oleh KPI.
Salah satu langkah awal yang bisa diambil adalah dengan merevisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Upaya ini diharapkan mampu menjawab tantangan baru yang muncul akibat perkembangan teknologi dan media digital.
Selain itu, penting bagi KPI untuk membangun sistem pengawasan yang lebih real-time. Dengan demikian, potensi pelanggaran bisa terdeteksi lebih awal dan disikapi dengan langkah yang cepat dan tepat.
KPI juga perlu memperluas cakupan pengawasannya hingga ke konten-konten digital yang beredar di berbagai platform. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, kebijakan yang hanya fokus pada media tradisional tentu akan tertinggal.
Mendorong Revisi RUU Penyiaran yang Pro-Publik
Pembahasan RUU Penyiaran yang sedang berlangsung saat ini harus diperhatikan dengan seksama. Kebijakan ini tidak hanya berpengaruh pada industri penyiaran, tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat.
Kritik terhadap RUU ini muncul dari berbagai kalangan, yang merasa bahwa beberapa ketentuan dalam draf tersebut berpotensi membatasi ruang gerak wartawan. Tanpa adanya jurnalisme investigasi yang baik, masyarakat akan kehilangan salah satu sumber informasi yang paling penting.
Darmawan menyampaikan bahwa RUU Penyiaran harus diubah menjadi lebih pro-anak dan mendukung literasi digital. Hal ini penting untuk memastikan bahwa konten yang beredar di masyarakat tidak merusak perkembangan anak.
KPI sebagai pengawas utama dalam penyiaran harus mengambil sikap tegas dengan mendorong revisi yang bersifat progresif. Semua langkah ini harus diambil demi kepentingan terbaik publik dan melindungi generasi mendatang.
Adanya tuntutan untuk memperbaiki RUU adalah langkah awal yang signifikan, tetapi perubahan yang sesungguhnya memerlukan komitmen dari semua pihak, termasuk lembaga penyiaran itu sendiri.
Langkah Konkret untuk Perbaikan Sistem Penyiaran di Indonesia
Dharmawan menegaskan pentingnya lima langkah konkret yang perlu dilakukan oleh KPI untuk membawa perubahan positif. Langkah pertama adalah mempercepat revisi P3SPS agar dapat lebih sesuai dengan kebutuhan zaman.
Setelah itu, membangun sistem pengawasan yang efektif menjadi prioritas utama. Dalam situasi saat ini, KPI harus bisa memimpin dan melakukan pengawasan secara proaktif terhadap konten-konten yang berpotensi membahayakan publik.
Selain pengawasan, langkah ketiga adalah perluasan jangkauan pengawasan hingga ke platform digital. Mengingat banyaknya konten yang beredar di internet, KPI tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengawasan terhadap siaran di TV atau radio.
KPI juga diharapkan dapat menerapkan sanksi yang lebih progresif serta konsisten. Dengan adanya penegakan hukum yang tegas, diharapkan pelanggaran dapat diminimalisir dan memberi efek jera bagi lembaga penyiaran yang melanggar.
Akhirnya, KPI diharapkan bertransformasi menjadi lembaga yang lebih proaktif dan data-driven. Hal ini akan membantu dalam mengambil keputusan yang lebih baik yang tentu saja berorientasi pada kepentingan publik, terutama anak-anak.